Senin, 01 April 2019

Gedung Juang Tambun (Konservasi Arsitektur)


GEDUNG JUANG TAMBUN

PENDAHULUAN


Gedung Juang Tambun adalah sebuah situs sejarah yang terletak di kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Sebelum Revolusi Nasional, bangunan ini bernama Landhuis Tamboen atau Gedung Tinggi, dan merupakan pusat tanah partikelir milik keluarga Khouw van Tamboen. Gedung Juang Tambun dan stasiun Tambun yang telah dihancurkan yang terletak di belakang gedung ini, dua-duanya bergaya Art Deco dan merupakan satu kesatuan sejarah tidak terpisahkan.

Gedung Juang Tambun dibangun dengan dua tahap oleh seorang baba bangsawan dan tuan tanah, Khouw Tjeng Kee, Luitenant der Chinezen. Ia mempunyai dua saudara laki-laki, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan dan Luitenant Khouw Tjeng Po. Ayah mereka adalah seorang tuan tanah bernama Luitenant-titulair der Chinezen Khouw Tian Sek.Setelah kematian Luitenant Khouw Tjeng Kee, kepengurusan baik tanah partikelir maupun Landhuis Tamboen jatuh ke tangan putra sang Luitenant, yaitu Khouw Oen Hoei. Ia adalah adik O. G. Khouw yang dimakamkan di mausoleum tersohor dan mewah di Petamburan. Sepupu mereka yang paling terkemuka pada era kolonial adalah Khouw Kim An, Majoor der Chinezen terakhir di Batavia, yang adalah putra paman mereka, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan.
Tahap pertama pembangunan mulai pada tahun 1906, dan selesai pada tahun 1910. Kemudian tahap ke-dua pada tahun 1925. Pada awalnya, halaman depan Gedung Juang Tambun yang terlihat dari jalan Hasanudin ini banyak ditanami oleh pohon mangga yang pada masa itu tidak begitu dikenal di kalangan masyarakat wilayah Tambun dan Bekasi.
Landhuis dan tanah partikelir Tamboen disita dari keluarga Khouw van Tamboen pada tahun 1942 di tengah penjajahan Jepang. Pada saat perang kemerdekaan melawan Belanda, Gedung Juang yang pada saat itu dikenal dengan nama Gedung Tinggi dijadikan tempat pertahanan oleh para pejuang kemerdekaan yang itu berpusat di wilayah Tambun dan Cibarusah. Gedung juang Tambun ini berlokasi hanya beberapa kilometer dari perbatasan wilayah terluar Batavia yaitu wilayah Sasak Jarang yang kini menjadi wilayah perbatasan antara kecamatan Bekasi Timur, kota Bekasi dengan kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Akibat pertahanan Belanda di wilayah Bekasi sering diserang, maka Belanda sering meninggalkan tempat pertahanannya di wilayah Bekasi dan menarik diri untuk memperkuat wilayah pertahanannya di Klender, yang kemudian menjadi batas antara kota Bekasi dengan Jakarta Timur
Relief perundingan pertukaran tawanan perang antara pejuang kemerdekaan Indonesia dengan tentara Belanda
Gedung ini juga menjadi tempat perundingan pertukaran tawanan antara Belanda dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Pejuang kemerdekaan Indonesia dipulangkan oleh Belanda ke wilayah Bekasi dan tentara Belanda dipulangkan ke Batavia melalui Stasiun Tambunyang lintasan relnya tepat berada di belakang gedung ini.
Pada tahun 1943 tentara Jepang mengambil alih gedung ini dan dijadikannya sebagai salah satu pusat kekuatan dalam menjajah Indonesia. Pada akhIr masa penjajahan Jepang, terjadi sebuah peristiwa besar pembantaian tentara Jepang oleh pejuang kemerdekaan Indonesia, di mana tentara Jepang yang pada saat itu menggunakan kereta api melintasi wilayah Bekasi hendak meninggalkan Indonesia melalui Bandar Udara Kalijati, Subang relnya dibelokan ke rel buntu yang membuat kereta terperosok, kemudian tentara Jepang yang sebagian besar tidak bersenjata dikarenakan mereka menyimpan senjatanya di gerbong barang, dibantai oleh pejuangan kemerdekaan Indonesia dan mayatnya dibuang di kali Bekasi. Setelah Jepang menarik diri dari Indonesia pada tahun 1945, KNI (Komite Nasonal Indonesia) menjadikan Gedung Juang Tambun sebagai kantor Kabupaten Jatinegara. Tidak hanya menjadi kantor kabupaten, gedung ini juga dijadikan sebagai menjadi tempat pertahanan dan pusat komando dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari tentara sekutu yang hendak menjajah Indonesia kembali.
Relief perjuangan pejuang kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Jepang
Pada akhir tahun 1947Belanda melanggar Perjanjian Linggar Jati dan melakukan agresi militer pertama, Gedung Juang Tambun pun dapat dikuasai oleh Belanda setelah melakukan serangan bertubi-tubi hingga tahun 1949 Namun tahun 1950 pejuang Indonesia dapat merebut kembali gedung ini. Setelah gedung ini berhasil di kuasai dan wilayah Tambun berhasil diamankan, maka aktivitas pemerintahan kembali dilakukan di gedung ini. Tercatat pada tahun 1950 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi menempati gedung ini kali pertama, disusul oleh kantor-kantor dan jawatan lainnya hingga akhir 1982.
Pada tahun 1951 gedung ini diisi oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat, Batalyon Kian Santang. Lembaga wakil rakyat pun pernah berkantor di gedung ini hingga tahun 1960 diantaranya DPRD Sementara, DPRD Tk. II Bekasi dan DPRD-GR hingga tahun 1960. Pada tahun 1962 dijadikan tempat tahanan politik Partai Komunis Indonesia(PKI). Pada tahun 1982, Bupati Bekasi yang juga seorang budayawan, Abdul Fatah yang menjabat dari tahun 1973 - 1983 membentuk Akademi Pembangunan Desa (APD) di wilayah Tambun dengan menggunakan Gedung juang Tambun sebagai kampusnya.[5] Akademi Pembangunan Desa (APD) ini pada masa sekarang telah menjadi Universitas Islam 45 Bekasi dan telah memiliki kampus sendiri di dekat saluran Irigasi Tarum Barat (Kali Malang) di Jalan Cut Meutiakota Bekasi
Pada tahun 1999, gedung ini pernah menjadi kantor sekretariat Pemilu dan Dinas Kebersihan serta Pertamanan, dan sekarang dimanfaatkan sebagai Kantor Pemadam Kebakaran.

TELAAH PUSTAKA

Untuk menghindari adanya plagiarisme dan menegaskan orisinalitas penelitian yang dilakukan, penulis melakukan kajian pustaka. Di samping itu, dengan melakukan kajian pustaka, akan diketahui kedudukan penelitian tersebut. Adapun kajian pustaka yang penulis lakukan adalah dengan menelusuri hasil-hasil penelitian atau pun karya-karya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan di Bekasi. Di antara hasil penelitian atau pun karya yang merupakan kajian pustaka tersebut di antaranya adalah sebagai berikut: 
1. Ali Anwar, 2015, Kemandirian Ulama Pejuang K. H. Noer Alie, (Cetakan ketiga), Bekasi : Yayasan Attaqwa. Buku ini menjelaskan tentang KH. Noer Alie sejak kecil sangat mwnonjolkan sifat atau jiwa kepemimpinan, seorang yang tidak sombong ataupun ria akan ilmu yang dia miliki serta sosok yang tidak mudah menyerah. Dan peristiwa telah menunjukan kehebatan beliau dalam melawan penjajah di daerah Bekasi sendiri. 7 
2. A. H. Nasution, 1977-1979, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia jilid I dan II, Bandung : Angkasa. Buku ini mmenjelaskan tentang perang ketika para nasionalisme memerdekakan bangsa ini yaitu Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, dan juga para pemuda-pemudi Indonesia. Pada saat itu Bung Karno dan Bung Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang. 17 Agustus 1945, tepatnya di Jalan Pegangsaan Timur 56, akhirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diikrarkan di depan seluruh massa yang datang pada saat itu. 
3. Audrey R. Kahin, 1989, Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan, Jakarta : Pustaka Utama Graffiti.Buku ini menjelaskan tentang gejolaknya sosial di daerah seluruh Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari para penjajah. Dan juga betapa kuatnya dorongan sentrifugal pada awal kemerdekaan yang dimanifestasikan, antara lain, oleh bentuk pembangkangan regional dan tuntutan akan otonomi yang besar. 
4. Andi Sopandi, 2002, Kabupaten Bekasi : Latar Belakang Pembentukan dan Perkembangan, Bekasi : Kantor ARPUSLATA Kabupaten Bekasi.Buku ini menjelaskan tentang awal mula penyebutan nama daerah Bekasi sampai pemekaran wilayah tersebut dan kebudayaan di wilayah ini lalu perkembangan ekonomi, pembangunan dan juga pendidikan, dan lain-lain. 
5. Dinas Sejarah Militer Kodam VI Siliwangi 1979, Siliwangi Dari Masa ke Masa, Bandung : Angkasa Bandung. Buku ini menjelaskan tentang 8 awal militer Siliwangi di Indonesia lebih khusu wilayah Jawa Barat sendiri. Pada awal proklamasi , Siliwangi telah memberikan pengabdian yang tiada henti, tidak di daerah kekuasaannya sendiri di Jawa Barat, tetapi juga di berbagai penjuru Tanah Air, setiap ada pergolakan tanpa henti Siliwangi senantiasa menjadi “Tulang Punggung” pemerintah untuk turut serta menghadapi dan memadamkannya. 
6. R. Moh. Ali, 1965, Dalam Sejarah Revolusi dan Revolusi Dalam Sejarah, Djakarta :Bharata. Buku tersebut menjelaskan tentang berevolusinya rakyat Indonesia lebih khusus rakyat-rakyat Bekasi untuk merebut kemerdekaan Indonesia. 
7. Andi Sopandi, 2009, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Bekasi : Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Kepariwisataan Pemerintah Kota Bekasi. Buku tersebut menjelaskan tentang sejarah berdirinya asalusul nama Bekasi dan kebudayaan Bekasi. 
8. Robert Bridson Cribb, 1990, Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949 : Pergulatan Antara Otonomi dan Hegemoni, Jakarta : Pustaka Utama Graffti. Di dalam buku tersebut mmenjelaskan menampilkan peristiwa lokal atau daerah sebagai peristiwa sejarah dalam keseluruhan sejarah nasional, khususnya yang berkaitan dengan revolusi Indonesia pada awal kemerdekaan. 
9. Dinas Militer Kodam V Jaya, 1987, Sejarah Perjuangan Rakyat Jakarta, Tanggerang, dan Bekasi Dalam Menegakan Kemerdekaan RI, Jakarta :; 9 Virgo Sari Jakarta. Buku ini menjelaskan tentang perjuangan rakyat dari Jakarta, Tangerang, dan Bekasi untuk menegakan kemerdekaan Indonesia. 
10. Dien Majid, 1999, Jakarta-Karawang-Bekasi Dalam Gejolak Revolusi : Perjuangan Moeffreni Moe’min, Jakarta : Keluarga Moeffreni Moe’min Jakarta. Buku ini menjelaskan tentang gejolaknya rakyat Jakarta, Bekasi, dan Karawang untuk merebut tanah air kembali oleh rakyat tersbut. 
11. R. H. A. Saleh, 1992, Dari Jakarta Kembali ke Jakarta : Perjuangan Bersenjata 1945-1949, Jakarta : Pemerintahan DKI Jakarta Dinas Museum dan Sejarah Jakarta. Buku ini menjelaskan tentang perjuangan para rakyat yang bersenjata untuk melawan para penjajah di tanah air ini untuk merebut kembali tanah pribumi tersebut. 
12. Fajriudin Muttaqin, 2015, Sejarah Pergerakan Nasional, Bandung : Humaniora. Buku ini menjelaskan tentang pergerakan para tokoh, rakyat-rakyat, pemuda-pemudi, organisasi-organisasi untuk memperjuangkan haknya dari para penjajah dan juga merebut tanah air ini utnuk memerdekakan Indonesia ini. 
13. Adam Malik, 1962, Riwayat dan Perdjuangan Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Djakarta. Buku ini menjelaskan tentang detik-detik kemerdekaan Indonesia. Dan para tokoh dan rakyat-rakyat Indonesia untuk bebas dari para penjajah selamnya. 10 
14. Slamet Muljana, 2008, Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan, Jakarta : LKiS. Buku ini menjelaskan tentang sadarnya para kolonialisme atas kemunduran pemerintahannya di tanah air ini sampai parah gerakan yang ada di Indonesia ini semuanya bangkit untuk merebut tanah Nusantara ini. 
15. M. C. Ricklefs, 2007, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Buku ini menjelaskan tentang mulai dari kedatangan agama Islam, aspek-aspek umum dari negara-negara prakolonial dan kerajaan-kerajaan besar di Nusantara,kedatangan orang-orang Eropa di Indonesia, munculnya negara-negara baru, warisan-warisan kesastraan, keagamaan, dan kebudayaan, Indonesia jadi dipenuhi oleh bangsa barat, Jawa, Madura, dan VOC, daerahdaerah luar Jawa, Nusantara menghadapi zaman penjajahan baru, Indonesia juga membuat langkah-langkah untuk menuju kebangkitan nasionalisme, dan lain-lain. Posisi peneliti membahas tentang “Fungsi Gedung Juang 45 Bekasi: Relevansi Dengan Semangat Kebangsaan Tahun 1910-1950”. Bangunan tersebut sangat berinsfirasi untuk semangatnya menjaga warisan sejarah pada masa itu, supaya rakyat Indonesia untuk mengingat bahwasannya gedung itu pernah direbutkan oleh para pejuang Bekasi dan para penjajah. Sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitian tema-tema lain sebelumnya.