Secara teoretik, bahwa anggota DPR memiliki
tanggung jawab yang besar dalam rangka untuk menghasilkan produk hukum yang
berbasis pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Sebagai lembaga
legislative, DPR memang memiliki wewenang untuk membuat aturan perundang-undangan
yang semuanya ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Semuanya merupakan bagian dari wewenang DPR dalam menghasilkan produk
legislasi. Sebagai
bagian dari pilar demokrasi, maka DPR sesungguhnya memiliki wewenang strategis.
Bisa dibayangkan bahwa negara harus melakukan kebijakan-kebijakan yang berada
di jalur aturan-aturan yang sangat ketat dan itu semua sangat tergantung kepada
bagaimana DPR berperan. Makanya, jalannya pemerintahan juga akan menjadi
baik, jika semua produk hukum yang dihasilkan oleh DPR sesuai dengan asas
keadilan, tanggung jawab, transparan dan memenuhi kebutuhan masyarakat umum.
Di
sinilah aspek strategis DPR sebagai badan legislative di dalam sistem
pemerintahan demokratis. Menjadi anggota DPR tentunya memiliki kewajiban untuk
membela kepentingan rakyat. Makanya, setiap anggota DPR tentu di dalam
tubuhnya harus mengalir pertanggungjawaban untuk membela rakyat. Sering saya
nyatakan bahwa ketika seseorang sudah menjadi wakil rakyat, maka loyalitasnya
tentu harus kepada rakyat. Bukan kepada partainya saja atau kemlompoknya saja,
akan tetapi kepada rakyat secara umum, sesuai dengan tanggungjawab dan
tupoksinya.
Di dalam perannya untuk menghasilkan UU atau peraturan lainnya, maka harus mempertimbangkan terhadap kepentingan rakyat. Satu contoh yang sangat mengedepan tentang liberalisasi ekonomi, maka anggota DPR mestinya memiliki kepekaan untuk mencermati dan membahasnya. Liberalisasi ekonomi yang ditandai dengan privatisasi, deregulasi dan liberalisasi ekonomi sudah saatnya dikritisi.
Di dalam perannya untuk menghasilkan UU atau peraturan lainnya, maka harus mempertimbangkan terhadap kepentingan rakyat. Satu contoh yang sangat mengedepan tentang liberalisasi ekonomi, maka anggota DPR mestinya memiliki kepekaan untuk mencermati dan membahasnya. Liberalisasi ekonomi yang ditandai dengan privatisasi, deregulasi dan liberalisasi ekonomi sudah saatnya dikritisi.
Bayangkan
saja misalnya kepemilikan Bank bisa dikuasai oleh asing sampai 90%, sehingga
total asset Bank itu menjadi milik asing. Melalui privatisasi usaha-usaha yang
seharusnya dikuasai negara untuk kepentingan umum, maka kepentingan pengusaha
menjadi jauh lebih kuat. Akibatnya, kepentingan umum menjadi terbengkelai.
Di
sinilah sekali lagi DPR tentu harus memiliki kepekaan, yaitu membela
kepentingan umum atau kepentingan rakyat yang memang menjadi tanggung jawabnya.
Tanggung jawab moral ini seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari semua tindakan anggota DPR. Sering
terdapat kritikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPR selalu bernuansa
politis. Artinya lebih merupakan tindakan politis ketimbang tindakan membela
kepentingan negara secara umum. Jika DPR melakukan kritik dan evaluasi terhadap
kinerja pemerintah juga dianggap sebagai tindakan oposisi untuk membangun
bargaining power.
Di
dalam kasus Bank Century, misalnya maka yang mengedepan adalah tindakan politik
DPR untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah yang melakukan bail out terhadap
Bank Century dan hal ini kemudian dimaknai oleh masyarakat bukan sebagai
tindakan korektif DPR kepada kebijakan pemerintah, akan tetapi sebagai
bargaining power kepada pemerintah.
DPR
tentu harus memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap
berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, akan tetapi bagaimana
menjadikan tindakan pengawasan itu memiliki nuansa politik yang jauh
lebih kecil ketimbang nuasa kerakyatannya tentu menjadi kewajiban DPR untuk
melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar